SyiahTube — Dalam tayangan video di bawah ini, seorang ulama Wahabi bernama Syaikh al-’Arifi sedang
mewawancarai seorang anak (santri). Kemudian dari wawancara yang sangat
memalukan tersebut membuat sebuah kesimpulan. Wawancara tersebut
merupakan wawancara yang memalukan karena yang diwawancarai adalah
santri yang kurang paham dalil.
Berikut adalah jawaban sekaligus dialog imajiner seandainya yang diwawancarai oleh Syaikh al-’Arifi itu adalah saya :
Saya maklumi jawaban santri tersebut tidak ilmiyyah sebab mungkin ia
adalah dari kaum pemula. Andai syaikh al-Arifi mau bersikap gantle
dengan mewawancari seorang ustadz atau ulama di sana saat berziarah dan
membaca al-Quran di turbah, niscaya syaikh al-Arifi akan bungkam seribu
bahasa.
Seandainya saya yang ditanya syaikh al-Arifi saat itu, maka jawaban saya ketika ia bertanya adalah :
Syaikh : Kamu membaca al-Quran di sini ? faedah apa yang kamu dapati membaca al-Quran di kuburan ?
Saya : Sangat banyak ya syaikh, di antaranya selain
saya mendapat pahala membaca al-Quran, saya pun mendapat pahala ziarah,
mengingat kematian, mengingat akherat sebagaimana anjuran Nabi : “
Ziarahlah kubur, karena akan mengingatkanmu pada akherat “, dan banyak
lagi faedahnya.
Syaikh : siapa yang mengajarkanmu ini ?
Saya : Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkanku dan juga para ulama salaf serta jumhur ulama madzhab dan kaum muslimin.
Jika syaikh bertanya mana dalilnya ?
Saya jawab : Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Dahulu saya melarang kalian menziarahi kubur, sekarang telah
diizinkan dengan Muhammad untuk berziarah pada kubur ibunya, karena itu
berziarah lah ke perkuburan sebab hal itu dapat mengingatkan pada
akhirat”. (HR. Muslim (lht.shohih Muslim jilid 2 halaman 366 Kitab
al-Jana’iz), Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, Ahmad).
Jika syaikh bertanya mana dalil membaca Quran di kuburan ?
Saya jawab : Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اقرءوا يس على موتاكم
“Bacalah surat Yaasiin untuk orang yang mati di antara kamu.” (Riwayat Imam Abu Dawud; kitab Sunan Abu Dawud, Juz III, halaman 191)
Asy-syaukani berkomentar :
واللفظ نص في الأموات وتناوله للحي المحتضر مجاز فلا يصار إليه إلا لقرينة
“ Lafazd hadits tsb berkenaan pada mayit, mengarahkannya pada orang yang sekarat menjelang wafat adalah majaz, maka tidak boleh diarahkan ke sana kecuali ada qarinah “. (Nail al-Awthar : 2/679)
Al-Faqih al-Hanbali al-Ushuli al-Mutqin al-‘allamah Qadhi qudhah, Ibnu an-Najjar berkomentar :
الحديث يَشْمَلُ الْمُحْتَضَرَ وَالْمَيِّتَ قَبْلَ الدَّفْنِ وَبَعْدَهُ , فَبَعْدَ الْمَوْتِ حَقِيقَةٌ , وَقَبْلَهُ مَجَازٌ
“ Hadits tersebut mencangkup orang yang sekarat maupun sudah wafat, baik sebelum dimakamkan atau pun sudah dimakamkan. Setelah dimakamkan, maka itu adalah makna hadits secara hakikat (dhahir) dan sebelum dimakamkan, maka itu makna hadits secara majaz “ (Mukhtashar at-Tahrir syarh al-Kaukab al-Munir : 3/193)
Imam Nawawi berkata dalam Majmu’nya :
وَيُـسْـتَحَبُّ لِلزَّائِرِ اَنْ يُسَلِّمَ عَلىَ اْلمَقَابِرِ
وَيَدْعُوْ لِمَنْ يَزُوْرُهُ وَلِجَمِيْعِ اَهْلِ اْلمَقْبَرَةِ.
وَاْلاَفْضَلُ اَنْ يَكُوْنَ السَّلاَمُ وَالدُّعَاءُ بِمَا ثَبـَتَ مِنَ
اْلحَدِيْثِ وَيُسْـتَـحَبُّ اَنْ يَقْرَأَ مِنَ اْلقُرْأٰنِ مَا تَيَسَّرَ
وَيَدْعُوْ لَهُمْ عَقِبَهَا وَنَصَّ عَلَيْهِ الشَّاِفعِىُّ وَاتَّفَقَ
عَلَيْهِ اْلاَصْحَابُ
“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)
Syaikh : Lebih bnyak mana faedah yang kau dapat ketika membaca Quran di masjid atau di kuburan?
Saya : Adakah Nabi, sahabat dan ulama salaf membatasi
membaca al-Quran di masjid saja?? Setelah apa yang saya sampaikan
SEBAGIAN dalilnya di atas?
Syaikh : Maksud saya lebih afdhal mana membaca al-Quran di masjid dengan di kuburan ?
Saya jawab : Apakah anda menyangka kami tidak pernah
membaca al-Quran di dalam masjid ?? kami membaca al-Quran di manapun
tempat selain tempat-tempat yang dilarang. Para ulama salaf hingga
jumhur ulama melakukan hal ini yakni sering membaca al-Quran di sisi
makam para wali dan bertawassul. Apakah anda akan menyalahkan mereka
atau bahkan menuduh mereka quburiyyun ya syaikh ?
Jika syaikh bertanya : siapa ulama yang anda maksud, bias anda sebutkan ?
Saya : al-hafidz al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh
Baghdad berkata : “ DARI Ubaidillah bin Abdurrahman bin Muhammad
az-Zuhri, ia berkata :
“قبر معروفٍ الكرخي مجرب لقضاء الحوائج، ويقال: إنه من قرأ عنده مائة
مرةٍ: {قل هو الله أحد} وسأل الله تعالى ما يريد قضى الله له حاجته”.
“ Kubur Ma’ruf al-Kurkhi mujarrab untuk terlaksana hajat, dikatakan ; Bahwa barangsiapa yang membaca di samping makamnya surat al-Ikhlash 100 kali dan memohon kepada Allah apa yang ia inginkan, maka Allah akan menunaikan hajatnya “.
Abu Jakfar al-Hasyimi, syaikh Hanabilah (W 470 H) ketika wafat dan
dimakamkan di samping makam imam Ahmad, maka banyak kaum Hanabilah yang
membaca al-Quran di samping makamnya bahkan hingga khatam 10.000 kali.
Lihat siyar a’lam an-Nubala : 18/547.
Jadi selain kami membaca al-Quran di masjid, maka kami pun juga
membaca al-Quran di manapun seperti rubath, mushollah, di rumah, di
toko, di pasar, di rumah sakit, di hotel atau di pekuburan. Dan kami
juga bertawassul dan berdoa di sisi makam orang-orang sholeh. Karna
makam orang sholeh termasuk tempat diijabahi doa oleh Allah, sebagaimana
banyak dikatakan oleh ulama di antaranya al-Hafidz al-Jazri dalam
kitabnya Hishnul Hashin :
من مواضع إجابة الدعاء قبور الصالحين
“ Di antara tempat-tempat pengabulan doa, adalah makam-makam orang-orang shalih “.
Al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikhnya berkata dari Abi Abdillah al-Mahamili bahwa ia berkata :
أعرف قبر معروفٍ الكرخي منذ سبعين سنةً، ما قصده مهموم إلا فرج الله همه
“ Aku tahu makam Ma’ruf AL-Kurkhi sejak 70 tahun, tidaklah seorang yang susah mendatanginya, kecuali Allah melapangkan kesusahannya “.
Seorang ulama salaf bernama Ibrahim al-Harbi di mana imam Ahmad bin
Hanbal pernah memondokkan putranya pada beliau, seorang Hafidz, Faqih
dan Mujtahid pernah berkata :
قبر معروفٍ الترياق المجرب
“ Kuburan Ma’ruf al-Kurkhi adalah obat yang mujarrab “,
al-Baghdadi mengomentarinya : “ Tiryaq adalah obat yang diracik dari
berbagai bahan yang dikenal di kalangan para tabib masa lalu karena
banyaknya manfaatnya, dan banyak macamnya. Al-Harbi menyerupakan makam
Ma’ruf al-Kurkhi dengan obat di dalam banyaknya manfaat, maka
seolah-olah al-Harbi berkata : “ Wahai manusia, datanglah ke kuburan
Ma’ruf al-Kurkhi dengan bertabarruk karena banyak manfaat yang akan
diperoleh “.
Al-Khatib berkata dari Hasan bin Ibrahim al-Khallal, bahwa beliau berkata :
ما همني أمر فقصدت قبر موسى بن جعفرٍ فتوسلت به إلا سهل الله تعالى لي ما أحب
“ Tidaklah ada satu perkara yang membuatku susah, lalu aku dating ke makam Musa bin Jakfar, kemudian aku bertawassul dengannya, maka Allah akan memudahkan apa yang aku inginkan “
Sumber : http://www.inilah-salafi-takfiri.com/general/jawaban-atas-wawancara-memalukan-ulama-wahhabi-syaikh-al-arifi
0 komentar:
Posting Komentar